Daisypath Anniversary tickers
Lilypie Breastfeeding tickers

Sabtu, 13 Februari 2010

Breastfeeding Father....

Memang, ayah tak ditakdirkan mempunyai organ fisik yang dapat memberikan air susu (ASI) secara langsung. Namun jangan lupa, ayah memiliki ASA.

Memasuki masa awal pernikahan, seorang laki-Iaki dihadapkan pada sebuah status baru dalam perjalanan hidupnya yakni menjadi seorang suami bagi seseorang yang dicintainya. Status yang disandang tersebut juga memiliki konsekuensi logis bagi seorang laki-Iaki bahwa ia diamanahi menjadi seorang kepala rumah tangga yang memimpin sebuah keluarga, menjadi guru yang mengajari ilmu kepada anggota keluarganya, bahkan menjadi ternan berbagi yang senantiasa menemani pada saat suka maupun duka.

Perjalanan sebuah mahligai pernikahan semakin harmonis manakala suami istri dikaruniai seorang bayi, buah cinta mereka berdua. Sebuah harapan, curahan kasih sayang, dan segenap perasaan bahagia mengiringi “penyambutan” datangnya anggota keluarga baru didalam kehidupan rumah tangga.


Ada banyak proses yang harus dilakukan oleh pasangan suami istri dalam rangka merawat dan membesarkan si buah hati. Mulai dari menyusui, memandikan, memberikan sandang, hingga melakukan pemeriksaan rutin untuk memantau perkembangan si bayi. Diantara segenap proses tersebut, banyak pasangan yang kurang memperhatikan proses menyusui. Seolah menjadi stereotype, bahwa cukup istri-Iah yang bertanggung jawab atas urusan menyusui bayi sedangkan suami hanya fokus mencari nafkah semata.
Hal tersebut memang salah besar, justru suami memegang peranan penting disini. Meski secara lahiriah suami tidak bisa hamil dan memberi ASI, bagaimanapun juga proses menyusui adalah proses keluarga. Bukankah anak terlahir sebagai bagian keluarga? Jadi merawat dan mendidik anak haruslah dilakukan bersama-sama pula.

Pemberian ASI memang memiliki banyak manfaat diantaranya dapat mendukung perkembangan fisik dan mental anak; bagi ibu, aktivitas menyusui akan menyehatkan reproduksinya, membuat payudara dan ovariumnya lebih terhindar dari kanker, pendarahan setelah melahirkan juga lebih cepat berhenti, rahimnya segera pulih, dan ia juga cepat langsing. Dengan begitu banyak manfaat ASI eksklusif, masihkah para suami enggan membantu istrinya untuk ikut “menyusui” bayinya-yang sering juga disebut dengan breastfeeding father? Mestinya tidak. Dan hanya suami yang “jantan” dan gentle saja yang berani melakukannya. Andakah itu?

Hipotesis yang menyatakan bahwa “Ayah yang mendukung praktek pemberian ASI disamping juga memiliki pengetahuan yang baik tentang hal-hal yang berhubungan dengan pemberian ASI, dapat menciptakan hubungan tripartit (yaitu ayah, ibu, dan bayi) yang baik dan harmonis” telah terbukti.

Dulu, para ayah hanya dipertemukan dengan bayinya dalam keadaan sudah bersih, wangi, dan kenyang. Sekarang, mereka harus mau turut membersihkan, mengharumkan dan menyiapkan makanan bayi. Keadaan ini bukan hanya salah satu konsekuensi makin banyaknya ibu yang bekerja di luar rumah.

Menjadi “breastfeeding” father sebenarnya mudah. Hanya dengan menggendong bayi setiap kali akan disusui dan memberikannya pada ibunya.
Sentuhan dan hangatnya pelukan Anda akan membuat bayi nyaman. Anda juga bisa menggendong bayi saat ri leks sembari mendendangkan sebuah lagu, sehingga bayi merasa Anda juga membantunya dalam memperoleh ASI. Di sisi lain, istri Anda akan senang. Akhirnya terjalinlah keterikatan emosional antara Anda, istri Anda, dan bayi Anda.

Sering-seringlah Anda menggendong bayi di depan ibunya. Denise Parker, IBCLC-konsultan laktasi yang juga koordinator humas The Lactation Institute and Breastfeeding, Clinic di Encino, California, AS-dalam Dad and the Breastfed Baby mengatakan, bayi-bayi baru lahir itu ‘Lapar sentuhan manusia’. Mereka senang didekap dekat degup jantung, merasakan permukaan kulit dan
membaui tubuh orang tuanya, mendengar suara orang tuanya, serta merasakan gerakan dan aktivitas tubuh man usia. “Sementara ibu bisa memenuhi segalanya lewat menyusui, ayah bisa memenuhi kebutuhan bayi dalam banyak sekali cara yang luar biasa.” tulis Denise.

Mengenai relevansi peran ayah, Judhiastuty Februhartanty seorang staf akademik UI mengemukakan praktek inisiasi menyusui segera setelah anak dilahirkan, dapat dipengaruhi sang ayah antara lain dengan hadir saat proses persalinan dan mendorong inisiasi menyusui segera dengan membantu kontak menyusui pertama kali.

Memang, ayah tak ditakdirkan mempunyai organ fisik yang dapat memberikan air susu (ASI) secara langsung. Namun jangan lupa, ayah memiliki ASA. Bukan kependekan dari Air Susu Ayah. Tetapi asa dalam pengertian harapan, support dan pemberian semangat untuk kelancaran program pemberian ASI bagi bayinya. Beberapa hal di bawah ini dapat dilakukan oleh seorang ayah untuk menyukseskan program breastfeeding father.

*Berikan support sejak awal*
Mulailah sejak istri mengandung. Jadilah suami SIAGA (siap antar siap jaga). Sesibuk apapun, sempatkanlah menemani istri untuk memeriksakan kandungan. Ajaklah istri bermusyawarah dalam menentukan tempat pemeriksaan kandungan sekaligus bidan atau dokter yang dipilih saat persalinan nantinya. Belailah janin yang ada dalam kandungan istri.
Kontak yang harmonis sejak dini, memudahkan hangatnya interaksi pada proses berikutnya.

Sayangnya, “ritual-ritual” sederhana seperti di atas tergusur oleh ketidakpedulian suami. Entah karena kesibukan kerja, atau keengganan untuk sekadar berbagi empati. Urusan hamil dan melahirkan, dalam pandangan suami seperti itu, dianggap sebagai tugas domestik yang mutlak menjadi tanggungjawab istri. Seolah tugas seorang suami hanya sebatas (maaf) menghamili istri. Selebihnya, ia berkutat kembali dengan kesibukan kerja, atau berusaha mencari kesibukan lain agar dapat memalingkan perhatian dari janin yang dikandung istri.

Tipologi suami seperti itu memang sepakat untuk kita cela. Namun, sadarkah, meski tak separah itu, minimnya perhatian kita terhadap istri dan janin merupakan bukti penyelewengan tugas dan tanggungjawab sebagai kepala rumah tangga? Jadi, jangan anggap remeh, meski sekadar belaian mesra atau kecupan ke perut istri.

*Ritual Tripartit*
Saat bayi menangis, jangan buru-buru ‘ditangani’ ibu. Sebaiknya, ayah berinisiatif menanganinya terlebih dahulu dengan menggendongnya, baru kemudian diberikan ke ibu untuk diberi ASI. Jadi, pemberian ASI melalui ‘penanganan’ ayah terlebih dahulu. Ribet?

Kalau kita sebatas berpikir teknik, memang ya. Tetapi, dengan turut campurnya ayah secara langsung dalam pemberian ASI, dapat membuat perasaan nyaman sang bayi. Bahwa, semua orang di sekitarnya begitu perhatian terhadap dirinya. Sedangkan bagi sang ibu, ‘ritual’ semacam itu membuat dirinya merasa senantiasa ditemani orang tercinta dalam setiap perawatan sang bayi, buah hati mereka. Sekali lagi, ketenangan pikiran si ibu akan membuat refleks okstosin dapat berfungsi maksimal.
Sering-sering menggendong bayi di depan ibunya-tanpa harus menunggu si bayi minta menetek ­juga dapat mengeratkan hubungan ayah, ibu dan bayi.

*Jangan Canggung Rawat Bayi*
Jangan hanya puas dengan aktivitas simbolik seperti ritual tripartit di atas. Seorang ayah juga harus mau turun langung dalam perawatan bayi.
Mulai dari memandikan, mengganti popok, membersihkan kotoran, hingga teknik menggendong yang senyaman mungkin. Jadi, pengetahuan tentang tatacara perawatan bayi semacam itu juga harus menjadi pengetahuan standar bagi seorang ayah.

Pengetahuan semacam itu dapat digali dari referensi­-referensi tertulis, baik yang tersebar di internet maupun buku­buku panduan. Atau-dan ini lebih baik-berkonsultasi langsung ke bidan atau dokter. Yang pasti, buang jauh-jauh rasa gengsi. Tanggalkan anggapan kuno bahwa perawatan bayi adalah tanggungjawab mutlak si ibu saja, tanpa menyertakan peran ayah.

Jika para ayah begitu ringan tangan ikut membantu merawat bayi, terutama saat menyusui, hati istri akan dijalari perasaan dicintai dan diperhatikan. Ini membuat mereka senang, dan refleks oksitosin pun akan bekerja dengan baik, sehingga ASI pun lancar mengalir.
——————————
—————————-

Bila ibu merasa sedih, bingung, kesal, marah akan mempengaruhi kerja oksitosin. Artinya, peranan lingkunganlah yang memperlancar reflek oksitosin. Yang dimaksud lingkungan adalah lingkungan terdekat ibu terutama ayah.
Jika ibu merasa didukung, dicintai, dan diperhatikan, maka akan muncul emosi positif yang akan meningkatkan produksi hormon oksitosin sehingga produksi ASI pun lancar. Bantulah ibu saat mulai proses menyusui, sehingga cukup waktu baginya untuk istirahat. Sebagai catatan, istirahat yang berkualitas pun penting untuk meningkatkan kualitas ASI. Jadi peran ayah sangat penting sekali untuk mendukung kesuksesan proses penyusuan.

———————————————————-

Dikutip dari :
Ayah, Beri Aku ASI – dr. Sunardi

1 komentar:

aFiF mengatakan...

hoho...
berbahagialah bisa menjadi seorang ayah...

Posting Komentar